Oleh: Adhyatnika Geusan Ulun
“Sesungguhnya Kami telah memberikan kepadamu nikmat
yang banyak. Maka dirikanlah salat karena Tuhanmu dan berkurbanlah.
Sesungguhnya orang-orang yang membenci kamu dialah yang terputus” (Q.S.al-Kautsar
(108): 1-3).
Teladan Bapak para Nabi
Adalah Nabi Ibrahim as. sosok mulia sepanjang masa.
Banyak pelajaran berharga yang dapat dipetik dari kisah hidupnya. Mulai dari
‘pencarian’ Tuhan, hingga melahirkan generasi unggul sesudahnya.
Sesungguhnya perjalanan kisah Nabi Ibrahim telah dicatat
dengan tinta emas oleh para sejarawan di muka bumi ini. Umumnya mereka sepakat
memberinya gelar ‘Bapak Monoteisme’. Peletak dasar ajaran ketauhidan. Sebuah
label yang sangat pantas, saat darinyalah cikal bakal para penerus risalah
kenabian.
Perjuangan fenomenalnya dalam ‘pencarian’ Tuhan
diabadikan di banyak riwayat. Saat akhirnya berada dalam satu kesimpulan bahwa
Tuhan adalah Zat Maha dari segala Maha. Sebuah konklusi yang termata cerdas, di
mana logika bersanding dengan iman.
Sementara dialognya dengan sang ayah melahirkan
pembelajaran luar biasa, saat sikap hormat kepada orang tua tetap dijaga
meskipun berbeda prinsip kepercayaan. Sama halnya saat sikapnya kepada penguasa
yang telah menzaliminya, dengan menyerahkan hukuman atas tindakan tersebut
kepada Sang Pemilik makhluk, yakni Tuhan Yang Maha Esa.
Begitupun dengan pendidikan keluarga. Ditempatkannya hal
ini sebagai prioritas utama. Dididiknya istri dan anak-anak dengan dasar cinta
serta kasih. Sehingga dari sinilah muncul generasi penerusnya yang menjadi nabi
sehingga gelar ‘Bapak para Nabi pun melekat dipribadinya yang mulia.
Ritual Kurban
Di sisi lain, ritual kurban yang menjadi ciri utama dari
perjalanan sejarah keluarga mulia tersebut, melahirkan banyak hikmah luar
biasa. Hal tersebut sangat penting bagi setiap insan beragama yang bercita-cita
melahirkan generasi unggul, berkarakter, dan menjadi kebanggaan bangsa, negara
serta agama.
Di dalam dunia pendidikan, hal atas juga akan menjadi
modal utama dalam menciptakan anak bangsa yang beriman dan bertakwa kepada
Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri,
dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab, sesuai dengan
tujuan pendidikan nasional.
Sesungguhnya, hikmah lain yang dapat dipetik adalah,
secara vertikal bahwa peristiwa kurban tidak boleh dipandang hanya sebagai
persembahan hewan sembelihan saja, tetapi lebih bagaimana pendekatan diri atas
limpahan anugerah-Nya. Sehingga dari sini akan melahirkan pribadi ahli syukur
yang taat dalam menjalankan perintah Tuhan.
Kemudian, secara horizontal bertujuan untuk saling
berbagi kepada kaum kaum yang belum diberikan kemampuan untuk melaksanakan
ritual tersebut. Solidaritas dan kesetiakawanan sosial akan terbangun. Nikmat
yang telah diterima berupa limpahan rizki harta, gelar, pangkat, kedudukan,
jabatan, patut disyukuri, dengan menggunakannya tidak hanya bermanfaat bagi
diri, tetapi maslahat untuk sebanyak-banyaknya umat.
Maka, jika dilihat dari hikmah di atas, dampak dari
ibadah kurban sangat luar biasa dalam upaya membangun kebersamaan dan
meningkatkan persaudaraan dalam masyarakat. Hal ini akan membentuk keharmonisan
hubungan antara kaum agniya dengan dhuafa.
Lebih jauh lagi, perintah berkurban menyadarkan kaum
muslimin bahwa pada hakikatnya kekayaan itu hanyalah titipan Allah. Terdapat
hak orang lain yang harus ditunaikan dari sebagian harta yang dititipkan
tersebut. Hikmah lainnya adalah mengandung simbol penghilangan sifat-sifat
kebinatangan yang ada pada manusia, seperti sifat rakus, tamak, serakah, dan
mau menang sendiri. Dengan ibadah ini diharapkan dapat membuang sifat-sifat
hewani yang dapat menjauhkan diri dari Allah.
Pesan moral ibadah Kurban
Dalam konteks kekinian, ibadah kurban mengandung banyak
pesan moral. Pertama, untuk pemimpin. Ibadah ini mengandung
pesan bahwa sebagai pemegang amanah harus menunjukkan jiwa pengorbanan yang
tulus dan ikhlas dalam menjalankan mandat rakyat dengan lebih mementingkan
urusan umat daripada pribadi dan golongan.
Sifat dari binatang yang mementingkan urusan perut
sendiri daripada berbagi dengan yang lainnya haruslah dihilangkan. Sifat hewani
lainnya yang harus dihilangkan dari seorang pemimpin adalah prinsip ‘siapa
yang kuat akan menguasai dan menindas yang lemah’. Terjadinya kekuasaan
diktator dan otoriter disebabkan belum dapatnya menghilangkan sifat hewani yang
menindas kaum tidak berdaya.
Kedua, bagi para pengusaha, pebisnis,
pedagang, dan wirausahawan. Ibadah kurban melenyapkan sifat curang, zalim dan
tidak jujur, seperti mengurangi takaran timbangan, tipu muslihat dalam
transaksi, dan riba dalam praktek ekonomi. Sifat hewan yang tidak menghiraukan
halal dan haram harus segera dipupus dalam pribadi yang merindukan keberkahan
hidup dunia dan akhirat.
Ketiga, untuk para penegak hukum. Ibadah kurban
akan memupus nafsu praktik ‘jual beli hukum’. Penegakkan hukum yang diajarkan
Rasulullah adalah mengutamakan azas keadilan dengan hati nurani yang tunduk
atas ketentuan Tuhan daripada mengedepankan hawa nafsu dan kekuasaan. Sifat
hewani yang lebih takut pada atasan ketimbang Tuhan haruslah dihilangkan.
Selanjutnya keempat, untuk para
pendidik, dan orang tua. Berkurban meningkatkan semangat berkorban dalam
mencetak generasi unggul yang tidak hanya cerdas secara sosial, cerdas
emosional, tetapi juga cerdas spiritual. Keteladanan dalam membimbing anak
harus dikedepankan. Kejayaan satu bangsa salah satunya adalah keberhasilan para
pendidik dan orang tua dalam melahirkan para pemimpin bangsa yang jujur, adil,
dan bijak. Buah dari pribadi pendidik dan orang tua yang menjadi tuntunan bukan
tontonan.
Keteladanan Nabi Ibrahim hendaknya menjadi acuan dalam
memposisikan anak sebagai mitra bukan sebagai ‘objek’. Al Qur’an mengabadikan
peristiwa agung ketika Nabi Ibrahim meminta pendapat Nabi Ismail as., pada saat
Allah memerintahkan untuk mengorbankan putranya tersebut, Wahai anakku,
aku melihat dalam mimpiku bahwa aku menyembelih engkau. Bagaimana menurut
pendapatmu? Sebagai anak yang dididik dengan keteladanan orang tua, sang putra
menjawabnya dengan penuh ketulusan dan keikhlasan: Wahai ayahku, lakukan saja
apa yang diperintahkan oleh Allah kepadamu. Engkau akan mendapati aku, insya
Allah termasuk orang-orang yang sabar. (QS. Ash-Shaffat (37):102).
Hal tersebut membuktikan bahwa sifat hewani yang tidak
mengenal keteladanan harus disembelih dalam kehidupan ini. Keteladan dari para
pendidik dan orang tua dengan saling menghargai kepada sesama, mengasihi kepada
kepada yang lemah, akan berbuah kemuliaan pada diri seorang anak.
Simpulan
Ibadah kurban mengajarkan bahwa hidup adalah perjuangan.
Setiap perjuangan membutuhkan pengorbanan. Setiap jerih payah yang dikorbankan
dengan ikhlas pasti akan menghadirkan limpahan rahmat dan berkah dalam
kehidupan. Para pendiri bangsa telah membuktikannya. rahmat dan berkah Allah
akan hadir pada setiap pejuang yang rela mengorbankan kepentingan diri dan
kelompoknya untuk kepentingan yang jauh lebih utama, yaitu kepentingan umat.
Akhirnya, hikmah dari ritual ibadah kurban seakan belajar
mendalami makna pengorbanan para pahlawan yang mampu menghilangkan kerakusan
dan ketamakan akan duniawi, mampu melenyapkan syahwat akan kekuasaan, memupus
nafsu ingin menindas yang lemah, dan mampu menampilkan keteladanan dalam
mencetak generasi ungul masa depan.
***
Dari berbagai sumber.