Oleh: Adhyatnika Geusan Ulun
Ramadan telah pergi meninggalkan kita. Bulan
Rahmah, Berkah, dan Maghfirah Allah sudah
pergi mengikuti langkah sunattullah untuk
menjauh dan sebelas purnama kemudian datang kembali.
Pertanyaan bagi kita adalah: Pelajaran apa yang didapat dari Raja Bulan ini?
Bulan suci Ramadan mengingatkan tentang iman. Dengan
imannya manusia disadarkan tenatng pentingnya makna keyakinan akan kekuasaan
Allah. Keyakinan tentang kasih sayang dan kepercayaan akan eksistensi kita
sebagai orang mukmin yang beriman kepada Nya. Hal ini dikaitakan dengan
bukankah puasa hanya diperuntukkan bagi orang yang beriman sesuai dengan
konteksnya: Yaa ayyuhalladzina amanu kutiba ‘alaikumusshiyam. (QS. Al
Baqarah:183).
Hal di atas mengandung arti bahwa Allah menganugerahkan
Kasih Sayang Nya berupa rahmat bagi orang yang beriman. Dia menurunkan
berkah Nya hanya bagi orang yang beriman, dan Dia menurunkan Maghfirah Nya
hanya untuk orang yang beriman. Orang yang mau dan patuh terhadap perintah Nya
untuk berpuasa. Allahu rofi’u darojati lil mu’minin…
Pelajaran berharga yang lainnya adalah bersyukur atas
nikmat yang Allah berikan. Maka, dengan keyakinan orang beriman
diingatkan bahwa sekecil apapun kenikmatan yang dirasakan harus diyakini
semuanya berasal dari Allah. Karena tidak ada satupun Dzat yang mampu
memberikan kenikmatan kecuali Allah.
Ketika hal tersebut sudah terpatri di dada, maka
pada akhirnya sebesar apapun ujian yang Allah timpakan kepada kita,
seberat apapun musibah yang menerpa kita, akan diyakininya pasti
ada jalan keluar, bagi mereka yang senantiasa bertawakal, berserah diri kepada
Allah. Mayyataqillah yaj’alahu makhroja...
Sering digambarkan bahwa terbayang dan terasa ketika
berpuasa, bagaimana perihnya perut yang lapar. Keringnya
tenggorokan karena dahaga. Letihnya badan karena energi yang dibutuhkan sangat
kurang. Namun karena keyakinan yang kuat, bahwa setiap kesulitan
pasti ada kemudahan. Semua penderitaan akan berubah menjadi kenikmatan
yang luar biasa manakala berjumpa dengan saat berbuka.
Sesunggunya hal di atas hendaknya menjadi bekal
untuk sebelas bulan ke depan, bahwa segala penderitaan yang mungkin dialami
oleh kita, diujinya kita dengan kesempitan rizki akibat dililit hutang piutang,
dihimpitnya kita akibat krisis ekonomi yang berkepanjangan, kemakmuran menjadi
semakin jauh dari harapan, penghidupan yang layak menjadi suatu impian,
diujinya kita dengan penyakit yang tak kunjung sembuh, penderitaan juga
bisa berupa penghinaan karena status sosial kita, bisa karena jodoh yang
tak kunjung tiba bagi yang belum memperoleh pasangan, bisa juga terpaan fitnah
dan musibah yang seakan tak berakhir singgah di keluarga kita.
Hal-hal tersebut bagi orang yang sudah dilatih
dengan puasa harus diyakini bahwa segala kesulitan seberat apapun itu, pasti
akan ada jalan keluar, dan pasti telah Allah siapkan segala sesuatunya sesuai
dengan kadar kesanggupan umatnya. Fa inama’al ushri yusron innama’al
ushri yusroo.
Dan Allah tidak akan pernah membebani hamba
Nya dengan sesuatu yang kita tidak mampu memikulnya. La
yukallifullohu nafsan illa wus ‘ahaa...
Berikutnya adalah diingatkan bahwa Ramadan adalah syahrul
Qur’an. Bulan dimana diturunkannya Alquran, kitab suci umat Islam.
Alquran diturunkan oleh Allah sebagai Hudaan, petunjuk. Sebagai
bayinah, penjelas. Sebagai syifa, obat. Petunjuk bagi
siapapun yang merindukan kebenaran, yang mendambakan keadilan, yang
mengharapkan rida Allah. Alquran mengupas segala permasalahan manusia, dia
menjadi solusi segala persolaan hidup dan kehidupan manusia, dan menjadi sumber
dari segala sumber hukum.
Seperti diketahui, Alquran diturunkan dengan membawa
misi-misi yang mulia. Pertama, membebaskan manusia dari kemusyrikan. 13
tahun periode Mekah, baginda Rasul membina iman, memantapkan akidah,
membangun keyakinan dan menanamkan kembali nilai-nilai Islami yang sekian lama
dilupakan akibat kejahiliyahan manusia.
Seyogyanya, hal ini ditanamkan dalam kehidupan
sehari-hari, bahwa biar zaman boleh berubah, waktu boleh berlalu, tetapi iman
tak boleh goyah, akidah tetap istiqamah. Sekali melangkah pantang surut mundur
dalam hal keyakinan. Karena sesungguhnya Alquran menjadi lampu
petunjuk langkah kehidupan manusia.
Misi yang kedua diturunkannya Alquran adalah membebaskan
manusia dari ras diskriminisasi, membebaskan dari perbudakan, perbedaan warna
kulit, dan menempatkan manusia sebagai makhluk yang memiliki derajat yang sama.
Biar suku berbeda, walapun bangsanya tidak sama, biar status sosialnya
tidak sederajat, tetapi bila satu akidah, satu keyakinan dia adalah
saudara kita. Yaa ayyuhannaas inna kholaqnakum min jakariw wa unsa
waja’alnakum tsu ubawaqobaila lita’arofu inna akromakum ‘indallohi
atqokum. Innalloha ‘aliman khobiir-Wahai manusia, sesungguhnya Kami menciptakan
kamu dari laki-laki dan perempuan, dan menjadikan kamu berbangsa-bangsa dan
bersuku-suku untuk saling mengenal, sesungguhnya yang paling mulia diantara
kamu adalah yang bertaqwa, sesungguhnya Alloh Maha Mengetahui lagi Maha
mengenal. (QS Al Hujurat : 13).
Sesungguhnya, di hadapan Allah, tidak ada yang lebih
mulia karena tingginya pangkat, karena harta dan karena jabatannya, tetapi
hanyalah orang yang bertakwa kepada Nya yang senantiasa menjalankan perintah
Allah dan menjauhi larangan Nya, yang senantiasa bersyukur bila mendapat
kenikmatan, dan bersabar bila menghadapi ujian, itulah yang sebenarnya
mulia di hadapan Allah.
Oleh sebab itu, sangatlah sayang apabila masih diantara
kita menyimpan permusuhan, akibat kesalahpahaman, sangatlah sayang hidup
ini disia-siakan karena sibuk menyimpan dendam, padahal terbentang
dihadapan kita satu kehidupan yang akan banyak menyita perhatian, yakni
kehidupan akhirat yang kekal, yang akan meminta pertanggungjawaban
terhadap segala perbuatan kita, amal baik sekecil apapun akan dihisab,
begitupan amal yang jelek. Famanyya’mal mitsqola zarotin
khoiroyyaroh waman ya’mal mitsqola zarotin syaroyyarah.
Oleh karena itu, dulu, sebelum pandemi, pada hari yang
penuh dengan kesucian ini hendaknya bermusafahah. Bersentuhan tangan
sebagai wasilah saling mema’afkan. Bergandengan tangan
menuju suatu kehidupan yang baru. Sudah bukan masanya lagi kita
berdebat tentang suatu yang tidak berguna. Sudah bukan waktunya lagi
mempersoalkan tentang urusan pribadi, sementara dihadapannya menumpuk
kepentingan umum yang jauh lebih berguna. Malah sekarang saatnya kita
menyusun shaf-shaf menyusun barisan seperti halnya salat
berjama’ah yang demikian rukun dan tertib.
Di masa pandemi saat ini, hendaknya dari sekarang
diitikadkan untuk menempatkan persatuan di atas segalanya. Lebih melihat
persamaan ketimbang perbedaannya. Lebih mengedepankan keselamatan umat
ketimbang mengedepankan ego sendiri.
Alangkah indahnya bila kita mampu mewariskan sesuatu yang
berguna bagi anak cucu kita yakni kedamaian, persatuan, buah dari
kebersamaan kita dengan saudara, tetangga dan lingkungan sekitar kita.
Misi ketiga Alquran adalah menggiring manusia ke arah
yang benar menurut tuntunan Allah dan Rasulullah SAW. Saat memperhatikan
fenomena sekarang adalah betapa sebagian besar diantara kita masih
menempatkan Alquran hanya sebagai pajangan dan label keislaman saja. Padahal
Alquran telah mengantarkan umat manusia pada keadaan beradab seperti sekarang
ini. Alquran telah menggiring manusia dari jaman kegelapan menuju zaman yang
terang benderang. Alquran telah menghantarkan umat manuisa dari masa kebodohan
menuju masa yang serba berpengetahuan, minazhulumat ilannuur.
Akhirnya, Raja Bulan sebentar lagi akan pergi. Tersisa
nilai-nilai mulia yang ditinggalkannya. Namun, hendaknya kita selalu menatap ke
depan agar keagungan bulan suci ini tidak hilang.
Ramadan tahun ini hendaknya menjadi momentum yang baik
untuk menempatkan kembali nilai iman, syukur, sabar, taat, dan Alquran
sebagai sahabat dimanapun berada.
Semoga semuanya menjadi cahaya ilahi yang akan
menerangi di setiap langkah di kehidupan. Masa sekarang, dan akan
menjadi petunjuk dalam kehidupan, serta menjadi penyelamat disaat tidak ada
penyelamat lagi kecuali yang dadanya telah terpatri nilai keyakinan, syukur,
sabar, ikhlas, dan Alquran.
Waalahualam.